Sunday, July 27, 2008

Solusi Antisipasi Masalah Pekat di Kota-kota Besar di Indonesia

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna.
Menusia dikaruniai akal pikiran untuk merenungkan dan
memikirkan segala ciptaan-Nya. Akal merupakan karunia
Ilahi yang sangat tinggi nilainya dan tidak diberikan
kepada makhluk lainnya selain manusia. Dengan akal
manusia dapat menjadi makhluk yang mulia melebihi
kemuliaan malaikat, dan dengannya pula bisa menjadi
makhluk yang paling hina, melebihi kehinaan binatang.
Dengan kesempurnaan penciptaan manusia tersebut, ia
dibebankan amanat oleh Allah untuk mengelola dan
memakmurkan alam semesta dan itu disanggupi oleh
manusia sehingga ia menjadi khalifah fil ardh. Namun,
amanat yang diberikan biasa dihianati, karena manusia
tidak mampu atau tidak mau menghindari segala sesuatu
yang dilarang oleh Allah, suatu yang dilarang oleh
undang-undang, norma adat dan agama, walaupun norma
atau undang-undang itu mereka butuhkan atau mungkin
mereka yang membuatnya. Lalu bagaimana mau hidup
tentram, aman, makmur dan sentosa, sedangkan hukum,
undang-undang, norma adat dan agama yang ada tetap
dilanggar bahkan dilestarikan atau dilindungi oleh
beberapa pihak.
Penyakit masyarakat sama tuanya dengan keberadaan
manusia di bumi ini, karena kecenderungan manusia yang
diberikan akal dan nafsu akan selalu berupaya untuk
mencari celah agar perbuatan yang jelas hukumnya
melanggar ketentuan norma-norma yang ada dapat
dilakukan, apakah pertamanya karena terpaksa, disukai
atau memang merupakan jalan pintas untuk mewujudkan
suatu keinginan, yang pasti ia tetap ada walaupun
seluruh manusia di bumi menjadi professor atau
memiliki intelektualitas dan pengetahuan yang tinggi.
Kita tau bahwa berjina, berjudi, minuman keras, madat
atau obat-obatan terlarang, pelecehan sexsual,
penipuan, penindasan dan tindak kekerasan lainnya atau
dengan istilah penyakit masyarakat (pekat) hukumnya
haram, melanggar ketentuan hukum dan
perundang-undangan, norma adat dan budaya apalagi
agama, tetapi tetap kita lakukan dan bahkan disediakan
sarana dan prasarana serta terkadang diberikan izin
untuk mendirikan usaha yang berkaitan dengan itu.
Akibatnya apa? Dekadensi moral akan melanda generasi
muda kita, tindak pidana yang diakibatkan oleh sebab
melakukan hal dia atas atau terpengaruh oleh hal itu
akan menjadi-jadi, sehingga akan terjadi
ketidakstabilan dalam kehidupan bermasyarakat.
Kenyamanan, keamanan, dan kerukunan serta kestabilan
social masyarakat dan bangsa akan mulai beransur-ansur
hilang, berganti dengan hingar-bingar, kekacauan
bahkan pertumpahan darah dan ketidakmautauan.
Hari ini para orang tua merasakan kerisauan terhadap
perkembangan anaknya, karena pergaulan dan prilakunya
sehari-hari, namun jika keadaan ini dibiarkan
berlanjut, suatu saat orang tua dan anak sudah akan
larut dalam kondisi yang sama, sama-sama larut dalam
suasana maksiat dan kekerasan atau penyakit masyarakat
lainnya dan akhirnya bahkan tidak mau peduli lagi
dengan kebenaran.
Untuk itu sebelum keadaan bertambah parah, sebelum
penyakit masyarakat ini menulari kita semua, genereasi
muda kita, serta anak-anak kita, sebelum hal yang
berbau maksiat, pelanggar norma dan hukum di negara
tercinta ini menjadi budaya baru, maka kewajiban kita
semua untuk mengantisipasinya. Kewajiban orang tua
untuk membimbing, membina dan mengawasi anaknya agar
tidak terjerumus dalam lingkungan dan pergaulan yang
dapat merusak moral dan melanggar hukum. Kewajiban
aparat pemerintah untuk menciptakan suasana kondusif,
membentuk suatu perundang-undang atau peraturan
pemerintah mengenai masalah di atas dan sanksi
pelanggarannya (UU, PP atau Perda Anti Pekat).
Kewajiban aparat penegak hukum untuk menghukum mereka
yang melakukan pelanggaran hukum, norma adat dan
agama. Kewajiban tokoh masyarakat untuk menasehati dan
menciptakan lingkungan yang steril dari penyakit
masyarakat. Kewajiban ulama untuk meluruskan,
menyampaikan atau menasehati yang terkena penyakit
masyarakat tersebut. Kewajiban tokoh LSM dan tokoh
Pemuda untuk mengajak generasi muda untuk
mengantisipasi masuknya penyakit masyarakat dalam diri
generasi muda dan menyuarakan kepada pihak terkait
untuk sama-sama menciptakan lingkungan yang agamis,
bebas dari penyakit masyarakat tersebut.
Dari catatan BNN baru-baru ini menjelaskan bahwa kasus
narkoba meningkat hingga 34 % pertahun, dan selama
5 tahun terakhir, 41 orang tewas perhari akibat
narkoba dan kebanyakan dalam usia produktif. Disisi
lain, prostitusi, pergaulan bebas, lesbian, gay dan
lainnya mulai menjadi suatu hal yang merambat di
kalangan masyarakat, pelajar, dan mahasiswa dan
nampaknya dianggap menjadi hal biasa untuk sebuah
kota, padahal itu merusak mental dan moral generasi
muda yang akan berkembang di kota tersebut. Lain lagi
halnya dengan kejahatan, apakah dengan menggunakan
kekerasan atau tidak, setiap hari, jam bahkan mungkin
menit terjadi tindak pidana dimana-mana, yang apakah
dilakukan oleh eksekutif, legislative atau masyarakat
umum, yang pasti ia merambat ke seluruh lini dan
bahkan mungkin sudah menjadi budaya yang tersembunyi
dikolompok tertentu di negara tercinta ini. Sehingga
hukum tidak lagi berdaya menghadapi kenyataan ini,
karena pelakunya sebagian adalah si perancang atau
pembuat hukum, karena pelakunya terkadang si penegak
hokum, penguasa, pejabat negara, tokoh masyarakat,
perwakilan rakyat, dan sampai pada masyarakat bawah.
Ironisnya jika hal itu dilakukan oleh masyarakat bawah
hokum yang diberlakukan jauh lebih berat ketimbang
pelakunya para eksekutif, legislative atau orang
berduit.
Di kebanyakan kota besar di Indonesia, gejala maraknya penyakit masyarakat ini
mulai terlihat dimana-mana, prostitusi, pelecehan
sexsual, judi, miras, pengedaran dan penggunaaan
obatan-obatan terlarang, perampokan, pembunuhan,
pungutan liar, premanisme dan lain sebagainya, apakah
terselubung atau tidak merambat disetiap sudut kota
ini, namun sejauh ini pihak terkait belum melakukan
suatu hal yang maksimal untuk mengantisipasi atau
menindak tegas para pelakunya, hal ini mungkin saja
karena masih adanya kepentingan beberapa pihak
terhadap hal tersebut atau mungkin karena masih
lemahnya supremasi hokum itu sendiri atau mungkin
belum adanya peraturan daerah yang khusus mengatur
masalah tersebut. Untuk itu pihak terkait harus
benar-benar memantau kenyataan ini, supaya negeri yang
dianugerahi Piala Adipura sekalipun ini tidak hanya bersih
secara fisik tetapi juga secara mental. Khususnya
kepada pihak pemerintah kota agar meninjau ulang atau
melakukan evaluasi terhadap izin usaha yang telah
diberikan, agar ia tidak menjadi momok yang menakutkan
bagi perusakan moral anak bangsa ini, karena
diindikasikan adanya penyalahgunaan beberapa izin
usaha seperti usaha perhotelan, panti pijit, tempat
hiburan, salon bahkan mungkin kafe yang beroperasi
tidak/kurang sesuai dengan izin sebenarnya bahkan
dijadikan sebagai tempat esek-esek atau prostitusi
terselubung, perederan obat-obatan terlarang, judi,
minuman keras dan lain sebagainya. Selanjutnya,
sebagai sebuah solusi yang ditawarkan untuk
mengantisipasi masalah pekat di atas, selain yang
telah dipaparkan, diharapkan agar pemerintah membuat
peraturan daerah tentang anti pekat dan adanya
komitmen semua pihak untuk memerangi pekat sampai
keakar-akarnya melalui berbagai kerjasama dengan pihak
penegak hokum, sehingga pekat dapat diminimalisir,
diawasi, dicegah, dan dilaporkan kepada pihak berwajib
oleh semua komponen bangsa. Terima kasih

0 comments: