jadi pejabat itu memang asyik dan menjanjikan, apapun dapat dilakaukan dengan perintah, bawahan dan rekanan selalu menunduk dengan hormat, fasilitas tinggal pilih berdasarkan salera, perjalanan dalam dan luar negeri tinggal pilih sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan, tiada yang mampu menahan godaannya, berapapun rupiah yang hendak dihabiskan, berapapun perjuangan yang harus dilakukan, dan berapapun dukungan yang harus dikorbankan dan bagaimanapun cara yang baik dan baruk yang harus diperbuat untuk mendapatkan, jabatan pejabat seperti surga indah sang penikmat,,, idealisme terkadang hanya awal dari pengorbanan, ketagasan dan kewibawaan terkadang hanya penghias pencapaian tujuan. Dinamika politik dan birokrasi indonesia yang cenderung kehilangan arah berpijak, dimana setiap lini kebijakan, keputusan dan wewenang memiliki peluang untuk dibuat menyimpang. Walaupun sudah terlalu banyak gaji dan fasilitas penunjang lainnya namun kebutuhan nafsu anak, istri, teman dan bahkan mungkin biaya kenakalan akan membuat seseorang tergiur untuk menyimpang dengan kekuasaan yang ada, dengan cara-cara yang lebih sopan, terkesan baik dan indah, seakan ini memang kepentingan Negara atau untuk kesejahteraan masyarakatnya. Sepertinya sudah lumrah di negara ini, pejabat dituntut untuk bisa bernegosiasi dengan cara apapun, termasuk untuk membenarkan kesalahan. Dengan menggunakan kata-kata yang lebih indah, pejabat bisa membuat sekian jarak pemahaman agar para pendengarnya bisa sabar, mengerti dan seakan memahami tujuannya baik, yang pada akhirnya membenarkan kesalahan yang sudah terjadi. Dan inilah yang cenderung terjadi karena ternyata dalam dunia politik, kebenaran dan kesalahan memiliki kans yang sama untuk dibenarkan atau disalahkan. Semuanya tergantung bagaimana rangkaian kata dan bahasa yang digunakan. Akhirnya sebuah kebijakan selalu berbuah penyimpangan, apakah itu direncanakan atau mengambil celah untuk mendapatkannya. Korupsi, sogok, fee atau uang terima kasih yang lebih indah diucapkan selalu membayangi kegiatan. Jika sudah demikian adanya, bak kata pepatah sepandai-pandai tupai melompat suatu saat akan jatuh juga, ibarat menyimpan tulang dalam bungkusan daun, yang akhirnya akan kelihatan, karena memang kesalahan sekecil apapun pasti akan mendatangkan imbas dalam sebuah realitas, kesalahan harus ditebus dan harus dipertanggungjawabkan. Pertanggungjawaban inilah yang selalu menjadi boomerang dalam sebuah jabatan pejabat, apakah dia dilakukan secara langsung atau tidak langsung, apakah dilakukan ketika menjabat atau setelah jabatan punah, sehingga akhirnya penjara menjadi tempat merenungkannya, apapun alasan untuk mengatakan tidak bersalah, tidak korupsi atau tidak menyimpang, realitas selalu berkata bahwa semuanya telah menunjukkan bukti, karena mencari salah itu sangat mudah bagi yang menginkannya, bukti kabur bisa menjadi nyata, bukti hilang bisa ditemukannya, dan bahkan bukti yang tidak ada bisa dicarikan solusi lainnya untuk menjerat sang pejabat yang mulia. Akhirnya pejabat dan penjara seperti menjadi sebuah hubungan sebab akibat,, tak ada penjara tanpa adanya pejabat dan tak ada pejabat tanpa adanya penjara,, sebuah hubungan baru dalam dunia berokrasi dan perpolitikan di Indonesia,, berlomba-lomba menjadi pejabat, dan berlomba-lomba masuk penjara.
0 comments:
Post a Comment